Wujud
yang satu, tunggal dan tiada terbagi. Satu-nya bukanlah satu bilangan
rasional. Bukan pula bilangan nyata. Satu-nya
tidak memungkinkan untuk men-dua.
Tidak mungkin pula diambil setengah-nya.
Satu ahadiyyul-ma’na.
Wujud
yang Sempurna tiada terkata. Bahkan Ia -lah
kesempurnaan itu sendiri. Kesempurnaan dari segala seginya. Yang tak dapat
dipilah - pilah ke dalam fractal -fractal
penyifatan manusia nan senantiasa terkurung oleh keterbatasannya yang esensial. Kesempurnaan yang jika kita mengerti dari
segi - seginya yang terpisah, akan meruntuhkan makna sejatinya.
Wujud yang Luas
tiada terbatas oleh apa-pun. Karena jika pun ada pembatasnya; pembatasnya tidak
lain adalah ketiadaan mutlak yang bahkan tidak akan pernah bisa dibayangkan
oleh akal manusia. Luas dalam semua aspeknya. Mutlak dalam seluruh segi-nya.
Bagaimana mungkin Wujud yang Tunggal, Sempurna
dan Luas Tiada Berbatas ini menampakkan dirinya dalam mahiyyah - mahiyyah yang tersebar dalam alam kejamakan, tidak
sempurna dan terbatas, tak terhingga
banyaknya tersebar dalam milyunan ruang, milyunan waktu dan milyunan alam ini ?
Rantai kausalitas yang mungkin adalah
sebagai berikut. Wujud tunggal akan
mengakibatkan sesuatu yang tunggal pula. Sesuatu yang tidak terbagi pula. Hanya
sesuatu ini telah kehilangan sifat Sempurna dan Mutlak - nya. Karena minimal ia
membutuhkan Sebab untuk meng - ada.
Kemudian dari Wujud
dan sesuatu itu, terdapat tiga
sesuatu yang mungkin menjadi sebab; (sesuatu itu sendiri), (Wujud, sesuatu tersebut) dan (sesuatu
tersebut, Wujud) sehingga mungkin
dihasilkan sebagai akibat tiga sesuatu
yang lain. Tentu dua sesuatu yang
terakhir sudah kehilangan sifat tunggal dan tiada terbaginya, maupun
kesempurnaan dan kemutlakannya. Dua sesuatu
ini telah memiliki sifat tidak sempurna maupun tidak mutlak (karena minimal
memerlukan sebab untuk mengada), tersusun (karena sebabnya tersusun) dan
relatif (karena sebabnya tersusun atas relasi antara dua sesuatu yang lain).
Kemudian dari lima sesuatu ini dapat
diturunkan lagi dengan memperhatikan seluruh relasi sebab yang mungkin, dan
seterusnya. Sehingga akhirnya, dari Wujud
yang Tunggal muncullah alam yang
jamak ini.
Pandangan “kosmologi” seperti yang
diuraikan di atas disebut sebagai teori emanasi. Tapi perlu dicatat, versi teori
yang dituliskan ini tidak sama persis dengan teori emanasi menurut penemu
aslinya, Ibnu Sina. Sengaja pula tidak diberikan “nama-nama” dari sesuatu -
sesuatu tersebut, karena penamaannya sebenarnya tidaklah esensial dan bahkan
dikhawatirkan membingungkan orang yang pertama kali mencoba memahaminya.
Beberapa sifat penting dari emanasi Wujud diberikan sebagai berikut.
Emanasi
Wujud tidak tergantung waktu maupun
ruang, bahkan ruang dan waktu-lah yang tergantung padanya. Jadi tidak dapat ditanyakan kapankah (atau
dimanakah) emanasi terjadi? Atau bahkan dapat dikatakan pula setiap saat di
setiap ruang apa pun atau pun di setiap sesuatu yang tak dapat diperikan oleh
ruang dan waktu apa pun terjadi emanasi Wujud.
Semua
sesuatu selain Wujud dalam
emanasi tidak memiliki Wujud sejati.
Karena menurut ashalah al-wujud Yang
Nyata Wujud-Nya hanyalah Wujud. Dan mahiyyah
hanyalah memiliki eksistensi “imajiner”.
Sehingga
semua selain Wujud
hanyalah ada di alam mental. Karena itu
tidak salah kalau semua selain Wujud disebut Akal.
Sehingga
sesuatu yang pertama muncul dari Wujud disebut
sebagai Akal Pertama atau Akal Universal. Karena seluruh akal lain
meniscayakan eksistensinya sebagai dalam rantai kausalitasnya.
Atau
terkadang Akal Pertama juga disebut sebagai Nur Muhammad. Karena nuur
inilah yang memungkinkan Wujud menyatakan dirinya dalam selainnya di alam
akal, sehingga secara reciprocal dapat
dinyatakan nuur inilah yang
memberikan “eksistensi mental pertama” , “pemahaman pertama”, Wujud atas dirinya sendiri. Nuur inilah
Kegemilangan Mata Air Wujud dalam “memuji / memahami” dirinya sendiri.
Sehingga
tak salah jika dikatakan seluruh-nya “dicipta” dari Nur Muhammad. Sebagaimana dipercayai oleh sebagian orang, bahwa
yang pertama kali dicipta adalah Nur Muhammad, dan semua selain itu diciptakan
lewat eksistensi Nur Muhammad.
Jelas
tahapan Nur Muhammad tak terbatas ruang dan waktu. Karena
ruang maupun waktu terbagi sedang Nur Muhammad tak terbagi.
Dan
eksistensinya sebagai sebab niscaya pada se-gala selain Wujud. Rantai emanasi manapun pasti melewatinya.
Sehingga
benarlah jika kita katakan bahwa “dalam” segala “terdapat” Wujud maupun Nur Muhammad. Walau harus dipahami tidak ada persatuan
material apa pun.
Sehingga
semoga mencukupi jika kita akhiri makalah ini dengan, Innallooha wa
malaa`ikatahu yusholluuna ‘alan - nabiy. Yaa ayyuhalladziina aamanuu sholluu
‘alaihi wasalimuu tasliimaa....
.
wallahu a’lam
Komentar Anda di rwblog.id adalah tanggapan pribadi, kami berhak menghapus komentar yang mengandung kata-kata pelecehan, intimidasi, dan SARA.
EmoticonEmoticon